Halaman
Seni Budaya
137
Merancang Pementasan
Teater Tradisional
Alur Pembelajaran
Setelah mempelajari BAB 8, peserta didik diharapkan dapat
mengapresiasi dan berkreasi seni teater, yaitu:
1. Mengidentifikasi
bentuk
pementasan
teater
tradisional
2. Mengident
ifikasikan
ran
cangan
panggung
pertunju
kan
teater
tradisional
3.
Membuat rancangan pro
perti pementasan teater tradisional
4.
Menunjukkan sikap bertanggung jawab dalam mer
ancangan
pementasan teater
5.
Menunjukkan sikap disiplin dalam membentuk rancangan
properti pertunjukan
6.
Mengomunikasikan rancangan pementasan teater t
radisional
BAB
8
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
138
Amatilah pementasan pada foto di bawah ini!
Bagaimanakah suasana pertunjukan teater tersebut?
Pertunjukan teater akan sukses dengan baik apabila dirancang dengan sebaik-
baiknya. Pada bab 8 kita akan belajar merancang pementasan Teater Tradisional
Sumber: Internet
Gambar 8.1
Pertunjukan
te
atrikal.
Sumber: Internet
Gambar 8.2
Pertunjukan
pada
upacara adat.
Sumber: Internet
Gambar 8.3
Pertunjukan teater
jalanan.
Format Diskusi Hasil Pengamatan
Nama Siswa
:
NIS
:
Hari/T
anggal Pengamatan
:
No.
Aspek yang Diamati
Uraian Hasil Pengamatan
1
2
3
4
5
Seni Budaya
139
Setelah kamu berdiskusi berdasarkan hasil mengamati
teater tradisional Kamu dapat memperkaya dengan
mencari materi dari sumber belajar lainnya.
A.
Merancang Pementasan T
eater Tradisional
Sumber: Internet
Gambar 8.5
Pertunjukan teater dengan meng
-
gu
na
ka
n properti kurungan ayam.
Sumber: Internet
Gambar 8.6
Pertunjukan teater dengan
mengguna
k
an lesung.
Sumber : Internet
Gambar 8.7
Properti pertunjukan teater.
Barangkali diantara kalian ada yang
pernah menonton pe
men
tasan teater tradisio
-
nal di daerah kalian, atau bahkan ada yang
per
nah ikut terlibat langsung sebagai
pemain
dalam pementasan. Ka
lau pernah sungguh
merupakan suatu pengalaman yang sangat
ber
harga,
sebab kalian bisa merasakan ke
-
meriahan, kegembiraan, ke
hangatan, dan
keakraban saat melakuka
n pementasan,
baik dengan sesama pemain, penari, pe
-
musik maupun dengan
pe
non
tonnya. Pada
pementasan
teater tradisional unsur-unsur ko
-
muni
kasi antartontonan akan terasa penting
karena yang paling utama dalam pementasan
teater
tradisional adalah ter
sam
paikannya
pesan secara
langsung, akrab dan menghibur.
Unsur hiburan dalam teater tradisional
terbentuk dari kemasan yang disajikan berupa
musik, tarian, drama dan lawakan. Mu
-
sik dihadirkan untuk me
meriahkan suasana
sebagai
penanda ke
ra
mai
an
di suatu tempat.
Musik berfungsi sebagai pengiring penari atau
ade
gan dalam lakon drama
yang di pentaskan.
Tarian disajikan seba
gai penambah keindahan
dalam unsur gerak
yang dapat men
dukung
lakon drama dan lawakan yang dimainkan.
Arena per
tunjukan tidak selamanya berupa
panggung
resmi seperti di gedung-gedung
pertunjukan. Pementasan teater tradisional
lebih terasa keindahannya kalau dimainkan
di arena terbuka seperti di halaman depan
rumah, dan lapangan terbuka dengan tidak
ada ba
ta
san dan jarak antara pementasan dan
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
140
penonton. Hal-hal yang digam
barkan diatas bisa menjadi
pegangan kalian ketika akan mer
ancang pertunjukan
teater tradisional.
B. Menentukan Bentuk Pementasan
Sebagai langkah awal ketik
a kalian akan
membuat pemen
ta
san teater tradisional adalah
menentukan
bentuk pementasan. Ben
tuk
pementasan dalam
hal ini adalah bentuk atau
jenis teater tradi
sional apakah yang akan kalian
pilih sebagai bahan yang akan di
pentaskan.
Apakah bentuk teater tra
di
sional yang ada
dan
popular di daerah kalian seperti Lenong, Ludruk,
Makyong, Maman
da, Ludruk, Ketoprak,
Wayang
Wong, Wayang Gambuh, Uyeg,
Mendu, Bakaba, Cepung, Dulmuluk, Longser, Sinrilli
atau ka
li
an mencoba mempelajari
lalu mementaskan
bentuk teater tra
disio
nal dari luar daerah kalian.
Hal itu
tergantung dari pilihan kelompok kalian.
C. Membuat Rancangan Arena
Dalam memb
uat rancangan pementasan
teater tradisinal, se
ba
iknya arena yang akan
dijadikan tempat
pementasan dibuat atau di
-
sesuaikan dengan suasana pementasan teater
tradisonal
asli
nya.
Misalnya dalam per
tun
ju
-
kan teater Lenong, Longser
, dan Topeng Banjet
suasana arena pementasan berupa arena terbuka.
Hu
bu
ngan pertunju
kan dan penontonnya
terasa
akrab, se
olah tidak
ada batas “pertunjukan” dan
“pe
non
ton”. Penonton menjadi bagian dari pertunjukan.
Panggung sebagai arena
pementasan di
lengkapi
dengan lampu
obor, lampu obor sebagai alat penerangan
dan juga sebagai hiasan di sekitar panggung. Penonton
me
nyak
si
kan pementasan sam
bil duduk lesehan dibawah
lantai tanah. Penambahan
hiasan dari daun kelapa muda
dan bambu dapat menambah semaraknya sua
sana
Sumber: Dinas Pariwisata DKI Jakarta
Gambar 8.8
Panggung pertunjukan terbuka.
Sumber: Internet
Gambar 8.9
Panggung pertunjukan terbuka.
Seni Budaya
141
disekitar pementasan teater tradisional.
Seperti dalam pe
men
tasan teater
Gambuh
dari Bali, hiasan properti obor dan daun
kelapa muda yang di rangkai menjadi
hiasan janur akan mem
per
indah suasana
saat pelaksanaan pementasan.
Dalam peranca
ngan arena pementasan
yang harus kalian per
hatikan adalah me
-
nyiap
kan
perlengkapan teater.
Sumber:
Kemdikbud,2013
Gambar 8.10
Aktivitas membuat perlengkapan
pertunjukan teater.
1.
Jelaskan bagaimana proses perancangan
suatu teater tradisional?
2.
Bagaimana merancang sebuah arena
per
tunjukan teater tradisional?
Sumber: K
emdikbud,2013
Gambar 8.11
Aktivitas membuat tata busana
dan perlengkapan pertunjukan teater.
1. Buatlah rancangan properti untuk per
tun
-
jukan teater tradisional, dengan tema
ke
rajaan
2. Buatlah
rancangan kostum dengan tema
yang disesuaikan de
ngan pembelajaran
teater tradisional?
D.
Membuat Rancangan Properti
Buat rancangan
peralatan yang dibutuh
-
kan diatas panggung (properti) dan latar
be
-
lakang panggung
(setting)
seefektif
dan
seefisien
mungkin, artinya properti dan setting yang di
buat sesuai de
ngan tuntutan pertunjukan,
serta
fung
si
nya yang jelas.
Tidak ku
rang ataupun tidak
berlebihan.
Dan tentunya harus membuat nya
man
para pemain dan menarik bagi penonton.
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
142
E.
Membuat Rancangan Musik
Kehadiran musik
dan tarian dalam per
tunjukan
teater tradisional sangat penting dan menentukan
keberhasilan
pemen
ta
san teater tradisional.
Fungsi
musik dalam teater tradisional sebagai unsur
untuk me
meriahkan suasana pementasan
secara
keseluruhan de
ngan bunyi-bunyian, dan sebagai
pengiring tari-tarian,
serta mem
beri penguatan
pada setiap
penampilan pemain teater tradisional.
Jenis-jenis musik tergantung dari jenis teater
yang ditampilkan mi
sal
nya gambang kromong
untuk pertunjukan Lenong, musik Samrah untuk
pertunjukan teater
-teater melayu, juga musik
Game
lan untuk per
tunjukan teater
-teater di Jawa.
Buatlah rancangan mu
sik sesuai dengan bentuk
teater dan karakter pertunjukan.
Sumber: K
emdikbud,2013
Gambar 8.12
Aktivitas membuat tata iringan
pertunjukan teater.
Sumber:
Kemdikbud,2013
Gambar 8.14
Aktivitas membuat
tata iringan pertunjukan teater.
Sumber: Dinas Pariwisata DKI Jakarta
Gambar 8.13
Aktivitas membuat tata iringan pertunjukan
teater dalam sebuah panggung pertunjukan Lenong Betawi.
Apa fungsi musik dalam pertunjukan teater
tradisional?
Seni Budaya
143
F. Membuat Rancangan Kostum
Sebaiknya kostum dan riasan para pemain sudah
bisa diran
cang dari
awal, hal ini akan dapat membantu
para pemain pada gam
baran sosok peran yang akan
diwujudkan. Berikut ini contoh ben
tuk-bentuk desain
kostum teater tradisional.
Sumber: Pribadi
Gambar 8.15
Beberapa contoh rancangan kostum
dalam suatu pertunjukan teater.
G. Contoh Membuat Rancangan Naskah
Naskah Teater T
radisional dapat di
kembangkan
dari cerita
rakyat, hikayat, legenda, dan sejenisnya. Jika
ingin membuat rancangan naskah teater berdasarkan hal
tersebut diatas, dapat dilakukan melalui sumber-sumber
cerita yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pada contoh membuat rancangan naskah teater
disajikan berdasarkan tradisi teater Betawi dengan
judul “Si Entong”. Pada pementasan teater ini dapat
berkolaborasi dengan aspek seni rupa, seni musik dan
seni tari.
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
144
Contoh cerita
Cerita Hikayat dari Betawi
HIKAYAT SI ENTONG
Alhamdulillahilladzi nawwaro kulubal mu’minina bilhidayati watmaannat
kulubuhum bittakwa.
Asyhadu allailahailloh wahdahu lasyarikalahu
ya’lamu
mafissamawati
wamafilardi
wahuwarrakibul
majid.
Waasyhadu
anna Muhammadan ‘abduhu warosuluhu alladzi ana
rol
wujuda binuri dinihi
wasyari’atihi ila yaumil wa’id.
Allohumma sholli wasallim ‘ala sayyidina
Muhammadin wa’ala alihi wasohbihi alladzina amanu wa’amilussholihati ila
yaumil mau’ud.
Pada saat yang berbahagia ini, siang yang cerah ini, di rumah Bang haji
Jawahir, Lebak Bulus, mari bersama kita syukuri nikmat yang telah
Allah
berikan kepada kita. Secara sadar kita berusaha meningkatkan rasa takwa
kepada Allah dengan jalan bersungguh-sungguh di dalam mematuhi perintah-
perintah Allah. Sholawat serta salam kita jumjungkan ke haribaan baginda nabi
Besar Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam. Beliau telah membimbing kita
dari alam kegelapan menuju alam terang benderang.
Saudara hadirin dan undangan yang mulia. W
alimah semacam ini penting
kita lakukan, apalagi tujuannya menghibur kepada anak kita yang disunatin.
Sunat itu kan buat kita hukumnya wajib, fardu ain. Karena kalo belon disunat,
kita belon jadi orang Islam yang sempurna.
Sunat
alias
khitan
secara
harfiah
berarti
sama
dengan
sunnah
dalam
bahasa Arab. Sunat bagi orang Betawi adalah upacara memotong ujung
penis anak lelaki dalam ukuran tertentu. Menurut ajaran agama Islam, bila
anak lelaki memasuki akil balig ia harus segera dikhitan atau disunat. Jika
anak lelaki sudah akil balig belum disunat, maka shalatnya tidak sah. Jika
anak kecil yang belum masuk akil balig sudah rajin melaksanakan shalat
lima waktu, maka orang Betawi menyebutnya anak baru belajar atau latihan
membiasakan taat beribadah.
Jaman dulu jika seorang anak lelaki mao disunatin, Enyak atawa Babenye
akan
rembukan dan memusyawarahkan pelaksanaan upacara sunat. Dalam
rembukan biasanya selalu diajak orang tua atau sesepuh kampung yang
nasehatnya akan jadi bahan pertimbangan. Tidak ke
tinggalan pula anak yang
akan disunat diajak rembukan. Dalam rembukan yang dibicarakan antara lain;
Nentuin kapan (hari, tanggal) pelaksanaan sunat. Pada umumnya orang
Betawi nyunatin pada bulan Maulid atau bulan Syawal (abis Lebaran). Jaman
sekarang biasanye
seudenye kenaekan kelas, pas waktu liburan sekolah. Terus
Seni Budaya
145
ape mao diramein atau acara yang sederhana saja. Tapi kalo dia keluarga
mampu, tentu diramein dengan upacara adat Betawi lengkap.
Mencari atau nentuin Bengkong atau dukun sunat yang akan dipanggil
buat nyunatin. Sebab setiap Bengkong punya kekhasan sendiri-sendiri. Kalu
tangan Bengkong emang jodo, si anak yang disunat akan cepet sembunye.
Kalu tangan Bengkong termasuk panas, akan lama sembunye, bisa makan
tempo 10 ampe 20 hari. Biasanya Bengkong yang ude senior (pengalaman
dan doa-doanya) akan lebih diutamain. Emang kalu menurut se
ja
rahnye,
Bengkong yang baik itu punya ajian atau doa-doa mustajab yang dapat
menghipnotis si anak nggak ngerasa takut, nggak merasa sakit, dan nggak
terlalu banyak ngeluarin darah seude ujung tititnye dipotong. Jaman dulu
dokter sangat jarang, cuman ade di kota. Sedangkan di kampung-kampung
hanya ada Bengkong atau dukun sunat. Tapi kalu jaman sekarang Bengkong
ude abis, yang banyak dokter. Pokoknye sekarang suse deh, nyari Bengkong.
Kepada si anak ditanyakan apakah ia mau atau sudah berani untuk disunat.
Ini perlu sekali
ditanyakan sebab jika si anak belum mau atau belum berani,
dengan sendirinya tidak akan terlaksana karena dikhawatirkan terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan. Kepadanya ditanyakan pula apakah ingin diarak
berkeliling kampung atau tidak. Kalau ingin diarak, apakah ia ingin diarak
dengan diusung tandu, atau dengan menaiki kuda. Ia juga ditanyakan apakah
ingin ada hiburan dan apa hiburan yang dipilihnya. Ia bebas memilih jenis
hiburan apa saja yang disukainya.
Baiklah hadirin dan khususnya sohibul bait, Haji Jawahir beserta keluarga
besarnya, saya mao mulai
hikayat. Hikayat yang akan saya bawa ini hikayat
dari kampung saya sendiri, yaitu kampung Tenabang. Judulnya Hikayat Si
Entong. Maka hikayat saya bawakan.
Syahdan kata
hikayat, di suatu kampung di pinggir kota, hiduplah sebuah
keluarga. Keluarga ini disebut kaya tidak kaya, disebut miskin tidak miskin.
Rasiman namanya. istri Rasiman bernama Pok Junaena dan anaknya benama
Naseh. Naseh selalu dipanggil entong. Maka naseh lebih dikenal namanya
entong. Entong dalem bahas Betawi artinya bocah di bawah sepuluh tahun.
Jadi umurnya kira-kira Sembilan tanuhan.
Namun Bang Rasiman diketahui sebagai peram
pok, begal, penjahat.
Orang-orang sudah tahu. Maka tentu saja banyak orang mencibirnya. Nggak
demen. Enek ama perbuatanya Rasiman ini.
Singkat cerita, bapak, ibu, saudara, bang Rasiman
menderita sakit yang
cukup parah dan dalam beberapa minggu saja keadaannya kian parah. Ia sekarat
dan nggak lama kemudian, meninggal dunia.
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
146
Si Entong belum begitu memahami benar apa arti isak tangis ibunya. Ia
hanya tahu bahwa ayahnya,
Saiman, sudah seminggu terbaring di tempat tidur
karena sakit. Napas sang ayah berat tersengal-sengal bagaikan batu berpuluh
kilogram menindihnya. Ketika isak tangis ibunya meledak pun, Si Entong tak
bereaksi berlebihan. Ia hanya sedikit bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.
Si Entong baru mengerti tatkala orang-orang berkerumun dan diujung dari
kerumunan itu, sang ayah diusung ke pemakaman, dikuburkan.
“O... berarti Bapak sudah meninggal, ya, Mak?”
Tanya Si Entong dengan
polos. Ibunya, Junaena, mengangguk sambil menyeka air mata. Junaena ingat
beberapa saat menjelang ajal, suaminya beberapa kali berpesan agar Si Entong
dididik dengan baik. Jangan jadi seperti dirinya. Ketika Saiman sakit payah, ia
sebenarnya sudah bertobat, insyaf dari segala dosa yang diperbuat. Sejak muda
Saiman kerjanya jadi maling, gasir rumah orang.
“Junaena... Rasanya saya tidak akan bisa bertahan
lebih lama lagi. Dosa-
dosa saya semuanya muncul sangat jelas. Saya amat menyesal.” Kata Saiman
tersengal-sengal. Junaena cuma kesap-kesip sambil menyeka air mata suaminya.
”Saya pesan wanti-wanti, Si Entong
anak kita, jangan sampai seperti saya. Si
Entong suruh belajar mengaji. Belajar ngaji. Sekali lagi belajar ngaji!”
“Iya, Bang ...”
Dua minggu sepeninggal ayahnya, Si Entong dimasukkan ke pengajian
Guru
Rojali, di Masjid Istikomah, kampung Kebon Kosong. Di pengajian ini ada
puluhan anak-anak seusia Si Entong yang sudah lebih dahulu menjadi murid.
Guru Rojali melihat Si Entong, ingat sepak terjang bapaknya, maling, yang
selama ini meresahkan penduduk.
“Kamu datang ke sini mau
ngapain?”
“Saya mau belajar mengaji, Guru ...”
“Baik, saya terima.
Kalau kamu mau belajar ngaji, kamu mesti membakar biji
nangka terlebih dulu, sampai masak!”
“Baik, Guru.”
Lalu Si Entong diberikan 10 buah biji nangka yang terus dia bawa ke dapur
,
dimasukan ke lubang dapur. Setelah mateng, biji nangka itu diangkat dari
lubang dapur dan langsung disuguhkan kepada Guru Rojali.
“Guru, biji nangkanya sudah mateng.” Kata Si Entong.
Seni Budaya
147
“Iya, letakkan saja di situ!
” Sahut Guru Rojali.
Guru Rojali memeriksa
biji nangka sambil menghitung. Ternyata biji nangka
yang berjumlah 10 biji itu tinggal sembilan.
“Dasar bapaknya maling
, anaknya juga maling. Diperintah membakar biji
nangka sepuluh tinggal sembilan...” Guru Rojali berkata dalam hati.
“Nah, sudah siap belajar,
Tong?” Tanya Guru Rojali kepada Si Entong.
“Sudah, Guru.”
“Ikuti apa yang saya ucapkan, T
ong. Bismillahirrahmannirrohim, biji nangka
sepuluh tunggal sembilan.”
“Bismillahirrohmannirrohim, biji nangka sepuluh tingg
al sembilan.”
“Kamu ulangi sepuluh kali, setelah itu kamu boleh pula
ng.”
Si Entong mengikuti dan mentaati
apa yang diperintahkan oleh gurunya.
Sesampainya di rumah, ibunya bertanya,
“Belajar apa, T
ong?”
“Bismillahirrohmannirrohim, biji nangka sepuluh tingg
al sembilan.”
Sang ibu tentu saja kaget m
endengar jawaban si Entong.
“Kok begitu? Kok pake biji nangka disebutin?” T
anya Ibunya heran.
“Saya disuruh mengikuti apa yang guru ucapkan. Itulah yang diajarkan
oleh
guru, Mak.” Jawab Si Entong polos.
Besoknya di pengajian, Si Entong disuruh lagi
membakar biji nangka dengan
jumlah yang sama, 10 biji. Barangkali yang satu hangus atau tertinggal di dapur,
ketika sang guru menghitung, jumlahnya sembilan. Guru Rojali bertambah
yakin kalau biji nangkanya dicolong si Entong.
“Dasar bapak maling, anaknya jadi maling juga.” Kata Guru Rojali ngedumel
dalam hati.
“Tong, kemari kamu!”
“Saya, Guru.”
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
148
“Ayo ikuti apa yang saya ucapkan. Bismillahirrohmannirrohim, biji nangka
sepuluh tinggal sembilan.”
“Bismillahirrohmannirrohim, biji nangka sepuluh tingg
al sembilan.”
“Ulang sepuluh kali! Setelah itu kamu boleh pulang.”
“Baik, Guru.”
“Oh, iya, mulai besok kamu boleh libur dulu!”
“Baik, Guru.”
Karena gurunya memerintahkan libur
, tentu saja Si Entong tidak pergi mengaji.
Pada hari ketiga, ibunya bertanya,
“Tong, kamu tidak per
gi ngaji?”
“Guru bilang libur dulu, Mak.”
“Libur? Masa libur ngaji
lama-lama? Guru kamu bilang libur kan cuma hari
Jum’at. Kapan kamu pintar jika libur melulu. Besok ngaji, ya!”
Singkat cerita kata hikayat, besoknya si Entong per
gi ngaji, tapi di pengajian
sepi. Sepi tak terdengar suara berisik anak-anak membaca shalawat atau
meembaca Qur’an. Tak seorang pun temannya kelihatan. Tidak jauh dari
situ, ada seorang kakek sedang berjemur diri, si Entong mendatanginya dan
bertanya.
“Kong, ngajinya masih libur ya?”
“Lho, memangnya kamu t
idak diberi tahu?” Kata sang kakek balik bertanya.
“Diberitahu apa, Kong?”
“Kan guru kamu pergi haji.
Tadi pagi-pagi berangkat. Semua murid dan
keluarganya ikut mengantar ke Pelabuhan Priok.”
Si Entong benar-benar kecewa, kanapa ia tak diberitahu
. Bergegas ia menyusul
ke Pelabuhan Priok. Di tengah perjalanan ia bertemu teman-temannya yang
sudah pulang mengantar.
“Mau kema
na, Tong?”
“Ngeliat guru per
gi haji.”
Seni Budaya
149
“Percuma, guru sudah berangkat naik kapal.”
Si Entong tidak peduli jawaban
teman-temannya. Ia terus pergi ke Pelabuhan
Priok. Teman-temannya mengejek kenekatan si Entong, tapi si Entong tidak
ambil hati. Sampailah Si di Pelabuhan Priok. Kapal yang membawa gurunya
sudah berangkat. Para pengantar sudah mulai meninggalkan pelabuhan. Si
Entong menyesal dan menangis karena tidak bisa bertemu untuk sekadar
bersalaman kepada guru yang sangat dihormatinya.
Dengan keihlasan
sepenuh hati, ia membaca pelajaran yang telah diberikan oleh
gurunya. “Bismillahirrohmannirrohim, biji nangka sepuluh tinggal sembilan.”
Berulang-ulang kalimat itu dibaca, sampai ia merasa lelah kehabisan tenaga.
Saat itulah ia jatuh, atau tepatnya melompat ke laut. Dengan izin Yang
Maha Kuasa, si Entong sampai lebih dulu ke Jeddah daripada jamaah yang
menggunakan kapal.
Si Entong menunggu kedatangan kapal yang berangkat dari Pelabuhan Priok.
Akhirnya kapal yang ditunggu
pun sampai juga. Si Entong ngawasi satu demi
satu penumpang yang turun dari kapal. Wajahnya cerah dan matanya berbinar
ketika ia melihat Guru Rojali menuruni anak tangga kapal.
“Guru ...! Guru ...! Guru ...!” Si Entong berteriak mem
anggil-manggil
gurunya.
Guru Rojali terkejut
bukan kepalang mendengar suara yang sudah akrab di
telinganya. Ia menoleh ke arah suara itu. Ia benar-benar heran bercampur
masygul melihat si Entong ada di Jeddah.
“Ada di sini kamu, T
ong? Naik apa kamu kemari?”
“Kan yang guru ajarkan, Bismillahirrohmannirrohim
, biji nangka sepuluh
tinggal sembilan.” Jawab Si Entang bangga.
Wajah Guru Rojali pucat masai. Lalu dipeluknya si Entong dengan sangat erat
sambil menangis.
Tentu saja Si Entong bengong melihat gurunya menangis.
“Guru, mengapa guru menangis?”
Tanya Si Entong. Guru Rojali diam. Dia
minta maaf kepada Si Entong. Sesampainya di Mekkah gurunya bertaubat dan
berjanji akan sungguh-sungguh mengajarkan Si Entong mengaji.
Ketika musim haji
usai, Guru Rojali menganjurkan Si Entong untuk rajin
menuntut ilmu di Mekkah.
“Tong, kamu lebih baik tin
ggal di sini saja, mukim belajar ilmu agama.”
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
150
“Saya mau pulang juga, Guru. Saya kangen sekali sama
Mak.”
“Mau naik apa
kamu? Naik kapal kamu tidak boleh, kamu kan tidak mempunyai
paspor, tidak punya tiket.”
“Jangan kuatir, Guru. Baca saja
Biosmillahirrohmannirrohim, biji nangka
sepuluh tinggal sembilan.”
Untuk kesekian kali, Guru Rojali terhenyak kemudian memeluk Si Entong
erat-erat dan sangat menyesali perbuatannya.
Di Pelabuh
an Priok, orang ramai menjemput kedatangan keluarganya yang
pulang menunaikan ibadah haji. Murid-murid dan keluarga Guru Rojali pun
tak terkecuali. Di keramaian macam-macam orang, Si Entong ada di situ.
Sewaktu Guru Rojali sudah turun dari kapal, si Entong berteriak.
“Guru ...! Guru ...! Guru ...!”
Ketika Guru Rojali
melihat si Entong, ia langsung bergegas menghampiri
si Entong dan me
melukmya sambil
menangis. Guru Rojali tidak lagi
menghiraukan murid lain termasuk keluarganya sendiri. Para murid dan
keluarganya terkesima melihat Guru Rojali menangis sambil memeluk Si
Entong. Dipeluknya seolah tak ingin dilepaskan. Merasa bersalah dan berdosa,
Guru Rojali tak pernah berhenti menangis, matanya jadi buta.
Berburuk sangka kepada orang lain,
adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji
dan merugikan diri sendiri. Sementara itu, kepatuhan seorang murid kepada
guru dan ibunya, membuahkan hasil yang tak terbatas.
Sudah tujuh
belas hari, Si Entong melakukan aktivitas yang tak lazim. Akhirnya
orang-orang di kampung sepakat mengatakan bahwa Si Entong memang sudah
sinting. Betapa tidak, ia menimba air laut, siang dan malam. Ia hanya berhenti
manakala kebutuhan primer alamiahnya muncul, yaitu makan, buang air, atau
melakukan ibadah wajib. Selebihnya, terus-menerus dari jam ke jam dari hari
ke hari tanpa henti, menimba air laut.
“Tong, kenapa
kamu tak henti-hentinya menimba air laut, apa sudah tak ada
pekerjaan lain?” Tanya Haji Imron, sesepuh kampung itu.
“Man jadda wajada.”
Jawab Si Entong singkat tanpa menoleh kepada orang
yang mengajaknya bicara.
“Mungkin kamu sedang mengalami tekanan bathin yang dahsyat sehingga
stres?
Ayolah berbicara kepada saya. Jangan menyakiti badan seperti itu.” Haji
Seni Budaya
151
Tohir berusaha menyadarkan Si Entong.
“Man jadda wajada.”
Jawab Si Entong lagi. Man jadda wajada adalah pepatah
bahasa Arab yang artinya, siapa yang sungguh-sungguh pasti berhasil.
Begitulah Si Entong. Setiap orang yang bertanya, ia jawab “Man jadda wajada.”
Bahkan ketika perbuatannya
terdengar sampai kampung lain dan orang-orang
berdatangan, tidak peduli apakah yang datang dan bertanya pejabat penting,
ulama, bupati, gubernur, atau raja, ia selalu menjawab singkat: “Man jadda
wajada.”
Maka cap gilalah yang dianggap pas disandangkan ke pundak Si Entong.
Namun si Entong tidak peduli
ocehan mereka, ia terus menimba air laut siang
malam, dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan.
Konon, menurut kisah yang punya cerita, kegiatan
Si Entong menimba air
laut menimbulkan gejolak dan kegelisahan komunitas kehidupan di Kerajaan
Dasar Laut. Raja Ikan, Maharaja Nun Bilmubarok, yang bersemayam di dasar
laut merasa sangat terganggu dengan suara gedebar-gedebur yang ditimbulkan
akibat kegiatan Si Entong. Maka Maharaja Nun Bilmubarok memanggil
seluruh elit kerajaan dan punggawanya untuk rapat kordinasi ketertiban dan
keamanan.
“Hai, lumba-lumba! Ada apa gerangan di atas? Siang malam aku tiada bisa
tenang,
tiada bisa tidur. Suara apa yang begitu berisik?” Tanya Maharaja Nun
Bilmubarok.
“Ampun Paduka
Yang Mulia, hamba telah menyelidikinya dan ternyata ada
seorang manusia, siang malam menimba air laut tanpa henti.”
“Apa? Manusia menimba air laut? Siang malam?
Tanpa berhenti?”
“Ampun Paduka Y
ang Mulia, benar. Benar sekali, siang malam tanpa berhenti”
“O ... Sangat berbahaya! Berbahaya!”
“Ampun Paduka, hamba tidak mengerti maksud Paduka
.”
“Apa kamu tidak berpikir, hah! Kita bisa mati kekering
an. Lebih celaka lagi,
kita bisa mati. Cepat kau pergi ke sana dan tanyakan, apa maksud dan keinginan
manusia itu!”
“Ba ... baik, Paduka
Yang Mulia. Hamba berangkat sekarang juga.”
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
152
“Iya, cepat!!!” Perintah Maharaja
Nun Bilmubarok seraya menggemeretakkan
girinya.
Sepeninggal lumba-lumba
, Maharaja Nun Bilmubarok mengeluarkan perintah
kepada selu
ruh staf dan punggawanya agar mempersiapkan semua komponen
kekuatan
masyarakat dan berjaga-jaga 24 jam. Divisi intrik dan penyebaran
issu ditugaskan memberi laporan perkembangan menit per menitnya.
“Jika ada yang terliwat dari pantauan
kalian, awas! Jangan harap kalian bisa
selamat” Begitu ancam Maharaja Nun Bilmubarok.
Lumba-lumba yang mengemban
tugas menemui Si Entong pun muncul
dipermukaan laut. Ia menghampiri si Entong.
“Hai manisia!
Manusia! Manusia ...!” Lumba-lumba berteriak memanggil Si
Entong.
Si Entong berhenti
menimba dan celingukan mencari-cari sumber suara yang
memanggil-manggilnya. Tapi ia tidak melihat ada mahluk lain di sekitarnya.
“Hei Manusia!” Lumba-lumba kembali memanggil.
Karena jarak
antara lumba-lumba dengan Si Entong tidak terlalu jauh lagi, Si
Entong terkejut heran melihat ikan lumba-lumba menghampirinya.
“O ... T
uan ikan lumba-lumba memanggil saya?” Tanya Si Entong dengan
takjub dan tidak percaya.
“Iya.”
“Kamu kan ikan, kok bisa ngomong?” T
anya Si Entong masih dengan takjub.
“Jangan kau heran, kita mahluk
Tuhan Yang Maha Kuasa, apa saja yang
dikehendaki Tuhan bisa terjadi.” Jawab lumba-lumba.
“Benar, benar
. Lalu kenapa Tuan lumba-lumba mendatangi saya?”
“Aku diperintahkan oleh Paduka
Yang Mulia Raja Ikan, Maharaja Nun
Bilmubarok, me
nanyakan mengapa kamu siang malam menimba air laut?”
“O ... Man jadda wajada.” Jawab Si Entong.
“Apa maksud Man jadda wajada?
Aku tidak mengerti. Coba jelaskan.” Pinta
lumba-lumba.
Seni Budaya
153
“Maksudnya siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil.” Jawan Si Entong.
“Sudahlah, jangan bertele-tele, to the point saja.” Kata lumba-lumba
tidak
sabar.
“To the poin
t bagaimana? Saya kan bersungguh-sungguh.”
“Terus terang, apa yang kamu kerjakan sangat berbahay
a dan mengancam
keselamatan kami. Kalau sampai air laut kering, semua mahluk laut bakalan
mati. Apa itu yang kamu mau?”
“Oh ... bukan, bukan itu.
Apa saya punya tampang teroris? Saya bukan orang
jahat, Tuan.”
“Iya, apa, dong? Kenapa kamu menimba air laut? Katakan saja dan kami akan
beri yang kau inginkan.”
“Oh ... begitu, ya.”
Kata Si Entong. Bersamaan dengan itu terbersit dalam
kepala Si Entong, mungkin inilah waktunya dia dapati buah kesungguhannya.
“Saya cuma mau mutiara
yang bagus, yang gede. Kalau sudah dapat, saya
tidak akan menimba air laut lagi.” Lanjut Si Entong.
“Ternyata itu keinginanmu
. Masih ada yang lain? Katakan saja.” Kata lumba-
lumba. Si Entong menggelengkan kepala. Lumba-lumba mohon diri untuk
kembali ke Kerajaan Dasar Laut. Maka kembali Si Entong menimba air laut,
terus dan terus sepanjang hari sepanjang malam.
Sesampainya di Kerajaa
n Dasar Laut, lumba-lumba segera menghadap
Maharaja Nun Bilmubarok.
“Paduka Y
ang Mulia, hamba sudah berhasil menemui manusia yang menimba
air laut. Nama
nya Si Entong, Paduka.”
“Apa katanya? Apa maunya Si Entong?”
“Ampun Y
ang Mulia, Si Entong cuma ingin memiliki mutiara yang bagus,
yang gede.”
“Kalau begitu cepat kau ambil di kantor pebendaharaan harta kerajaan dan
langsung
berikan pada manusia itu. Aku ingin tenang, ingin tidur nyenyak.
Mengerti kamu?”
“Hamba Paduka Y
ang Mulia.”
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
154
Lumba-lumba itu
pun pergi mengambil mutiara yang paling bagus dan paling
besar. Tanpa banyak upacara ia kembali muncul ke permukaan laut menghampiri
si Entong.
“Hei, manusia! Ini mutiara yang kau inginkan.
Rajaku, Paduka Yang Mulia
Maharaja Nun Bilmubarok memberikan hadiah ini khusus untukmu. Mulai
sekarang berhentilah menimba air laut. Jangan lagi kau rusak keseimbangan
alam kami.”
“Te ... te ... terima
kasih, terima kasih.” Ucap Si Entong benar-benar tidak
menyangka apa yang sudah diterimanya. Mutiara. Mutiara yang sungguh indah
sebesar buah kelapa yang selama ini tak terbayangkan dalam pikirannya.
“Alhamdulillah,
alhamdulillah, alhamdulillah. Subhanallah.” Begitu ucap Si
Entong berkali-kali. Bahkan ia tak mendengar suara lumba-lumba yang pamit
memohon diri. Si Entong sangat gembira mendapat hadiah mutiara yang sangat
indah dan besar. Sudah pasti harganya sangat mahal. Terlalu amat gembiranya,
Si Entong berjingkrak-jingkrakan sambil berteriak sekeras-kerasnya.
“Saya berhasil! Saya dapat mutiara ... dapat mutiara
... Hoiii, dapat mutiara
...!”
Mendengar teriakan
keras yang memecah senja itu, orang-orang ramai
mendatangi Si Entong.Mata mereka terbelalak melihat mutiara yang begitu
indah dan besar. Mereka berpikir sudah tentu mutiara itu sangat mahal
harganya. Mereka iri dan ingin pula mendapatkan mutiara seperti itu. Mereka
bertanya bagaimana cara mendapatkannya, Si Entong menjawab, “Man jadda
wajada!” Lalu pergi meninggalkan kerumunan membawa mutiaranya. Siapa
yang sungguh-sungguh pasti berhasil.
(Sumber Buku Hikayat Betawi Jibang Parawisata dan Budaya DKI)
Seni Budaya
155
H.
Uji Kompetensi
1. Pengetahuan
a) Jelaskan apa yang dimaksud dengan tata teknik pentas?
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
b) Jelaskan hubungan antara setting panggung dengan latar
cerita?
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
_______________________________________________
2.
Keterampilan
Bacalah cerita pendek kemudian ubah menjadi
sebuah naskah t
eater!
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
156
J. Refleksi
Sebelum
kamu
melakukan
refleksi,
kamu
lakukan
penilaian
terhadap diri
kamu sendiri dan penilaian terhadap temanmu.
Penilaian itu ada pada tabel di bawah ini. Isilah sesuai dengan
apa yang kamu rasakan dan kamu amati terhadap diri sendiri dan
juga teman-temanmu.
1.
Penilaian Pribadi
Nama
: ................................................
Kelas
: ................................................
Semester
: ................................................
W
aktu penilaian
: ................................................
I. Rangkuman
Berhasil atau tidaknya suatu pertunjukan teater, ter
gantung
dari seberapa baik dalam melakukan persiapan. Berbagai unsur
pertunjukan harus dirancang dengan sebaik-baiknya, dari mulai
ran
cangan bentuk
pertunjukan, arena pentas, properti, setting,
mu
sik
rias
dan
kostum. Dalam proses perancangan dituntut
kre
a
tifitas
kalian
dalam
menuangkan
gagasan
pada
rencana
pe
mentasan. Untuk mendapatkan berbagai gagasan kalian harus
banyak menyaksikan dan berapresiasi berbagai pertunjukan teater
tradisional.
No.
Pernyataan
1
Saya berperan aktif dalam kelompok pada pembelajaran
perancangan
teater
tradisional.
o
Ya
o
Tidak
2
Saya menyerahkan tugas tepat waktu.
o
Ya
o
Tidak
3
Saya menghargai keunikan
pemanggungan teater
tradisonal daerah saya.
o
Ya
o
Tidak
4
Saya menghormati dan menghargai orang tua.
o
Ya
o
Tidak
5
Saya menghormati dan menghargai teman pada pembelajaran
perancangan teater
tradisional.
o
Ya
o
T
idak
6
Saya menghormati dan menghargai guru pada pembelajaran
perancangan teater
tradisional.
o
Ya
o
Tidak
Seni Budaya
157
2. Penilaian Antarteman
Nama teman yang dinilai
: .........................................
Nama penilai
: .........................................
Kelas
: .........................................
Semester
: .........................................
Waktu penilaian
: ...................... ..................
No.
Pernyataan
1
Berusaha belajar dengan sungguh-sungguh untuk dapat melakukan
perancangan
teater
tradisional.
o
Ya
o
Tidak
2
Mengikuti pembelajaran dengan penuh perhatian sehingga dapat
melakukan
perancangan
teater
tradisional sesuai dengan hitungan.
o
Ya
o
Tidak
3
Mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu.
o
Ya
o
Tidak
4
Mengajukan pertanyaan jika ada yang tidak dipahami pada
pembelajaran
perancangan
teater
tradisional.
o
Ya
o
Tidak
5
Berperan aktif dalam kelompok berlatih
merancang teater
tradisional.
o
Ya
o
Tidak
6
Menghargai keunikan ragam teater tradisional.
o
Ya
o
Tidak
Kunci
sukses
menumbuhkan
kreatifitas
dalam
merancang
sebuah
pertunjukan
teater adalah
apresiasi. Dengan berapresiasi kamu dapat secara langsung melihat dan
mengamati unsur-un
sur pendukung sebuah pertunjukan
teater, yang akhirnya bisa
mem
beri inspirasi bagi kamu dalam membuat
sebuah pertunjukan tea
ter. Juga yang
paling
penting dalam proses berapresiasi kamu da
pat lebih
menghargai hasil karya
orang lain.
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
158
Seni Budaya
159
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
160
Glosarium
Aksen
tekanan suara pada kata atau suku kata.
Arsir
menarik garis-garis kecil sejajar untuk mendapatkan efek bayangan ketika
men
ggambar atau melukis.
Artikulasi
lafal pengucapan pada kata.
Asimetris
tidak sama kedua bagiannya atau tidak simetris.
Diafragma
sekat rongga badan yang membatasi antara rongga dada dengan rongga
per
ut.
Ekspresi
pengungkapan atau proses menyatakan perasaan.
Estetik
mengenai keindahan.
Fonem vokal
bunyi yang keluar dari mulut tanpa halangan/hambatan.
Gerak ritmis
gerakan yang memiliki irama.
Geometris
ragam hias berbentuk bulat.
Intonasi
ketepatan mengucapkan tinggi rendahnya kata.
Level
tingkatan gerak yang diukur dari lantai.
Kriya
pekerjaan tangan.
Perkusi
peralatan musik ritmis.
Pola lantai
garis-garis yang dibuat oleh penari melalui perpindahan gerak di atas
lan
tai.
Ragam hias
ornamen.
Ritmis
ketukan yang teratur.
Ruang
bentuk yang diakibatkan oleh gerak.
Tenaga
kuat atau lemah yang digunakan untuk melakukan gerak.
Unisono
menyanyi secara berkelompok dengan satu suara.
Vo k a l g r u p
menyanyi dengan beberapa orang.
Wa k t u
tempo dan ritme yang digunakan untuk melakukan gerak.
Seni Budaya
161
Daftar Pustaka
Anirun, Suyatna. 2002. Menjadi Sutradara. Bandung: STSI PRESS.
Brook, Peter. 2002. Percikan Pemikiran tentang Teater, Film, dan Opera. Yogyakarta: Arti.
Dibia, I Wayan, dkk. 2006. Tari Komunal: Buku Pelajaran Kesenian Nusantara. Jakarta: Lembaga
PendidikanSeni Nusantara.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri
Yogyakarta.
Gray, Peter. 2009. Panduan Lengkap Menggambar & Ilustrasi Objek & Observasi Terjemahan
Sara C. Simanjuntak. Jakarta: Karisma.
Grotowski, Jerzy. 2002. Menuju Teater Miskin. Yogyakarta: Penerbit Arti. Hartoko, Dick. 1986.
Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Hawkins, Alma. 1990. Mencipta Lewat Tari, terj. Sumandiyo Hadi. Yogyakarta: ISI.
Humprey, Doris. 1983. Seni Menata Tari, terj. Sal Murgiyanto. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.
Jazuli, M. 2008. Pendidikan Seni Budaya: Suplemen Pembelajaran Seni Tari. Semarang: Unnes
Press.
Juih, dkk. 2000. Kerajinan Tangan dan Kesenian. Jakarta: Yudhistira.
Latifah, Diah dan Harry Sulastianto. 1993. Buku Pedoman Seni SMA. Bandung: Ganeca Exact.
Purnomo, Eko, 1996. Seni Gerak. Jakarta: Majalah Pendidikan Gelora, Grasindo.
Putra, Mauly, Ben M. Pasaribu. 2006. Musik Pop: Buku Pelajaran Kesenian Nusantara. Jakarta:
Lem
baga Pendidikan Seni Nusantara.
Rangkuti, dkk 2000. Lagu-Lagu Daerah. Jakarta: Titik Terang.
Redaksi Indonesia Cerdas. 2008. Koleksi 100 Lagu Daerah Indonesia Terpopuler. Jogjakarta:
Indonesia Cerdas. Rustopo (ed), 1991. Gendhon Humardhani: Pemikiran dan Kritiknya.
Surakarta: STSI.
Sachari, Agus (editor). 1986. Seni Desain dan Teknologi Antologi Kritik, Opini dan Filosofi.
Bandung: Pustaka. Schneer, Geoegette. 1994. Movement Improvisation. South Australia:
Human Kinetics, Edwardstone.
Smith, Jacqueline. 1986. Komposisi Tari: Sebuah Petunjuk Praktis bagi Guru, terj. Ben Suharto.
Yogyakarta: Ikalasti. Riantiarno, Nano. 2003. Menyentuh Teater, Tanya Jawab Seputar Teater
Kita. Jakarta: MU: 3 Books.
Sahid, Nur (ed). 2000. Interkulturalisme dalam Teater. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia.
Sani, Rachman. 2003. Yoga untuk Kesehatan. Semarang: Dahara Prize.
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
162
Saptaria, Rikrik El. 2006. Panduan Praktis Akting untuk Film & Teater. Bandung: Rekayasa
Sains.
Sitorus, Eka D. 2002.
The Art of Acting
-Seni Peran untuk Teater, Film, & TV. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. Sumardjo, Jakob. 1986. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung: Angkasa
Sumaryono, Endo Suanda. 2006. Tari Tontonan. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.
Susanto, Mikke. 2003. Membongkar Seni Rupa. Yogyakarta: Jendela.
Sutrisno, Mudji dan Christ Verhaak. 1993. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius.
Tim Depdiknas. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wardhani, Cut Camaril, dan Ratna Panggabean. 2006. Tekstil: Buku Pelajaran Seni Budaya.
Ja
karta LembagaPendidikan Seni Nusantara.
Wijaya, Putu. 2006. Teater: Buku Pelajaran Seni Budaya. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni
Nu
santara.
Sumber Gambar:
www.azamku.com (diunduh 23 Maret 2013)
http://guitarid.blogspot.com (diunduh 6 Mei 2013)
Kemdikbud
Wiwiek Widyastuti
Sri Kurniati
Dyah Tri Palupi
Dinas Pariwisata DKI Jakarta
Sumber Gerak Tari:
Tari Pakarena, Sri Kurniati
Tari Sirih Kuning, Wiwiek Widyastuti
Seni Budaya
163
Catatan
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
Kelas VIII SMP/MTs
Semester 1
164
Catatan
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________
___________________________________________